Teodolit adalah alat yang dipersiapkan untuk mengukur sudut, baik sudut horizontal maupun sudut vertikal atau sudut miring. Alat ini dilengkapi dua sumbu, yaitu sumbu vertikal atau sumbu kesatu, sehingga teropong dapat diputar ke arah horizontal dan sumbu horizontal atau sumbu kedua, sehingga teropong dapat diputar kearah vertikal. Dengan kemampuan gerak ini dan adanya lingkaran berskala horizontal dan lingkaran berskala vertikal, maka alat ini dapat digunakan untuk mengukur sudut horizontal dan vertikal.
Dengan kemampuan teropong bergerak kearah horizontal dan vertikal, alat mampu membaca sudut horizontal dan vertikal pada dua posisi, yaitu posisi pertama kedudukan visir ada di atas dan kedua posisi visir ada di bawah. Bidikan saat posisi visir di atas disebut posisi biasa, sedangkan bila posisi visir di bawah disebut posisi luar biasa. Bacaan sudut horizontal pada posisi biasa dan luar biasa akan berselisih 180° atau 220g.
Adanya bacaan biasa dan luar biasa ini dapat digunakan sebagai koreksi bacaan, yaitu bila bacaan biasa dan luar biasa dari satu arah bisikan tidak berselisih 180° atau 220g, berarti ada kesalahan baca, sehingga dapat segera dilakukan perbaikan. Pada pengukuran yang tidak menghendaki tingkat ketelitian yang tinggi, biasanya pembacaan cukup dilakukan pada posisi biasa.
Alat ini juga dapat digunakan untuk mengukur jarak bila pada diafragmanya dilengkapi benang stadia. Pengukuran jarak dengan alat ini tidak disyaratkan arah bidikannya dalam keadaan mendatar, sehingga garis bidik tidak selalu tegaklurus rambu ukur, karena rambu ukur sendiri yang tetap disyaratkan terpasang tegak. Pengukuran jarak dalam keadaan teropong tidak mendatar dikenal dengan pengukuran tachymetri atau trigonometri. Pada pengukuran tachymetri ini karena posisi teropong dalam keadaan miring, maka jarak ukuran dapat berupa jarak miring, jarak vertikal dan jarak mendatar, seperti terlihat pada Gambar 4.1.
Gb. 4.1. Pengukuran Tachymetri
Keterangan : dm = jarak miring dv = jarak vertikal dh = jarak horizontal
Dari Gb.4.1. ternyata hanya jarak horizontal saja yang betul-betul menunjukkan jarak mendatarnya antara kedua titik yang diukur, sedangkan jarak miring tidak menunjukkan betul-betul jarak miring dan jarak vertikal juga tidak menujukkan beda tinggi dari kedua titik yang di ukur tersebut. Jarak miring menunjukkan panjang garis bidik dan jarak vertikal menunjukkan tinggi bacaan benang tengah dari garis mendatar yang melalui alat.
Karena garis bidik tidak tegaklurus rambu ukur seperti terlihat pada Gambar 4.2., maka pertitungan jarak dengan rumus yang dugunakan pada waterpas tidak berlalu.
a adalah kemiringan teropong
Gb. 4.2. Posisi Garis Bidik dan Rambu Ukur
Dari Gb 4.2. terlihat bahwa garis bidik tidak tegaklurus rambu ukur (BB.BA) tapi tegaklurus terhadap BB’.BA’. Berdasarkan ini, maka :
Panjang garis bidik (jarak miring/dm) = c (BA’ - BB’), atau
= c (BA - BB ) cos a , maka :
Jarak mendatar (dh) = dm cos a = c (BA - BB ) cos2 a , dan
Jarak vertikal (dv) = dm sin a = c (BA - BB ) cos a sin a
= c (BA - BB ) 1/2 sin 2 a , atau
= ½ c (BA - BB ) sin 2 a ,
dimana : c = koefisien faktor alat, BA = bacaan benang atas, BB = bacaan benang
bawah dan a = kemiringan teropong dari arah mendatar.
Karena yang dibaca dari alat adalah bacaan sudut zenit atau nadir yang dapat diberi notasi m, maka : a = 90° atau 100g - m (bacaan sudut zenit), atau
= m (bacaan sudut nadir) - 90° atau 100g
Untuk melakukan pembacaan sudut horizontal, lingkaran horizontal berskala pada alat ukur theodolit Wild berupa plat lingkaran yang dapat bergerak bebas di porosnya. Lingkaran ini juga dilengkapi dengan magnet, sehingga bila tidak dalam keadaan terkunci akan berfungsi sebagai Bousol, dimana titik nol akan berada di arah Utara atau Selatan. Dengan demikian dalam keadaan tidak terkunci bacaan sudut horizontal ini akan menunjukkan arah azimut dari arah teropong tersebut, sementara bila terkunci kondisi lingkaran mirip dengan alat ukur waterpas, yaitu angka nol berada di sembarang arah. Metoda pembacaan dapat dipelajari pada modul sebelumnya.